Sabtu, 24 Januari 2009

BIOGRAFI

BERKAH DARI PENGAJIAN

MELENGGANG MASUK DEWAN




Asep Syamsudin, S.Ag


Pra Sekolah

Lahir Cigoong Ds. Mekarsari Kec. Cimaung Kab. Bandung pada hari Kamis tanggal 19 September 1970, buah perkawinan dari seorang Ayah yang bernama Gandi Nur Salam dan ibu yang bernama Entin Wartini.Sejak kecilnya beliau tidak bersama Orang tuanya, sebagaimana anak-anak pada umumnya, hal ini dikarenakan kedua orang tuanya berpisah, sehingga beliau hidup di dalam asuhan dan kasih sayang Aki Jume dan Ma ena -kakak dari ibunya (aki & nini ti gigir). Dipupuk dalam lingkungan dan nuansa kehidupan agama yang sangat ketat dalam lingkungan PERSIS. Hebatnya Aki Jume, ketat dalam beragama tapi juga disebut tokoh karena dipercayai memiliki kadugalan. Sampai seekor babi hutan (bagong) pun ditandingi dalam berkelahi. Ada sebuah momen yang tidak akan lupa dari benak beliau yaitu tatkala kakeknya baru selesai melaksanakan qiyamullail di dua pertiga malam, Asep kecil mendekati sang kakek dan tidur di atas pahanya yang ketika itu kakeknya sudah mulai melafadzkan kalimah-kalimah dzikir, istighfar dan do'a-do'a. Begitu damai dirasakan olehnya, dan diantara tidur dan bangun ia mendengarkan sayup-sayup suara pujian dan istighfar dari bibir sang kakek yang pada akhirnya beliau merasakan ada tetesan air hangat yang mendarat di atas pipinya. Air itu adalah tetesan dari air mata sang kakek ketika ikhlas melafadzkan kalimah dzikir dan istighfar setelah melaksanakan qiyamullail. Dan hangatnya tetesan air mata itu masih terasa sampai saat ini.

Seperti halnya masa kanak-kanak, dalam kesehariannya beliau tidak lepas dari permainan-permainan tradisional yang menggambarkan nuansa budaya sunda, salah satunya : rorodaan, gatrik, galah, ucing sumput, boy-boyan dan sebagainya. Ayahnya dikenal orang sebagai Dalang wayang golek, salah satu muridnya Amung Sutarya dari Parakansaat Kota Bandung.



Pendidikan Dasar

Pendidikan Dasar beliau tempuh dari beberapa sekolah, hal ini dikarenakan kediaman orangtuanya yang sering berpindah-pindah karena masalah perkawinan. Mulai dari Madrasah ibtidaiyah Madarikul Huda dari kelas I sampai kelas III. Menjelang kelas IV pindah ke SD Sukawening sampai kelas V. Kelas VI sampai lulus beliau tempuh di SD Pasirmalang III Desa Margaluyu sampai mendapatkan ijazah dari SD terakhir disebut pada tahun 1982. Selama mulai pindah dari Cigoong di dua SD tersebut babak kehidupannya tidak terlalu enak bagi perkembangan psikologis seorang anak. Karena masalah perpecahan keluarga (broken home) beliau hidup dalam keprihatinan. Namun bagusnya, beliau tidak salah dalam menyikapi keprihatinan. Tidak seperti anak-anak lainnya yang menjadi korban akibat perpecahan keluarga.




SMP


Menginjak pendidikan menengah pertama beliau tempuh di SMP PTP 13 Malabar yang sekarang SMPN 2 Pangalengan. Selama di SMP tercatat aktif di beberapa organisasi. Selain aktif di OSIS, ia pun aktif di beberapa kegiatan ekstra kurikuler baik berupa olahraga, kesenian, pertanian, drum band, PMR, dan ekskul lainnya. Sejak saat inilah beliau memiliki bakat-bakat pandai berbicara. Karena keaktifannya dalam organisasi kesenian, sosok Asep menjadi lebih populer karena dikenal sebagai dalang dan sutradara dalam kesenian drama di setiap kegiatan kesenian sekolah. Dalam bidang olahraga, beliau termasuk salah satu siswa yang pernah menorehkan tinta emas dalam sejarah olahraga di sekolahnya, karena beliau pernah membawa sekolahnya menjadi juara sepakbola antar SMP se-kabupaten Bandung di Margahayu. Sebagaimana olahraga, suami dari Nengci Agustina Marlina, S.Ag ini melakukan hal yang sama dalam organisasi pertanian (budidaya), beliau berhasil melakukan budidaya yang hasil panennya dapat membantu kesejahteraan para anggotanya (teman-temannya). Karena kepiawaiannya dalam berorganisasi, menyebabkan bakatnya dalam berpolitik mulai terlihat. Dari sinilah bakat dalam berpolitiknya semakin berkembang. Selain itu, dengan prestasi yang diraihnya selama duduk dibangku SMP beliau mendapatkan beasiswa. Oleh teman-temannya beliau dikenal dengan sebutan Asep ‘Semo’ yang diilhami dari salah satu tokoh dalam sebuah film kartun. Karena kehidupannya yang begitu prihatin, selama sekolah di SMP beliau tidak pernah memakai sepatu yang bagus. Ia hanya mengenakan sepatu hitam yang di bawahnya karet bertuliskan ‘Pramuka’. Selama di SMP beliau tidak pernah mempunyai celana seragam lebih dari satu. Jika celananya sobek, beliau cukup menempelnya dengan tensoplast (plester). Meskipun cukup prihatin dalam hidupnya, Asep remaja masih tetap menjaga image dan performance-nya agar senantiasa terlihat fresh oleh teman-temannya sebagai figur siswa yang berprestasi, sampai pada akhirnya menempuh pendidikan pertama pada tahun 1985. Sementara kehidupan sosial dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, beliau lebih dikenal dan akrab dengan ibu-ibu. Di MCK Pasirmalang (di wilayah perkebunan) lebih dikenal oleh ibu-ibu karena beliau identik dengan membantu mencuci piring, nyuci baju, dan pekerjaan rumahtangga lainnya, hal ini disebabkan karena ia hidup dengan ibu tiri sehingga pekerjaan rumah tangga dikerjakannya sendiri.



SLTA

Ketika memasuki masa SMA, ayah dari dua anak ini masuk di masa yang berbeda dengan masa SD dan SMP. Masuk di Madrasah Aliyah (MA) PONPES Suryalaya Tasikmalaya, PONPES yang stressing ajarannya mengembangkan Thariqah Qadriyah Naqsyabandiyah dengan pemimpin spiritual KH. Ahmad Shahibul Wafa Tajul Arifin yang dikenal dengan sebutan ‘Abah Anom’. Seperti halnya di SMP, ia pun menerima beasiswa selama pendidikan di Aliyah dan Pesantren, dan selama mondoknya itu ia tidak pernah ditengok oleh orang tuanya sekali pun. Selama mondok di pesantren ia mengenal ajaran agama mulai dari dasar (tradisi salafi). Kegiatan di asrama dari pagi sampai malam harinya sarat dengan kegiatan pesantren dan sekolah termasuk kegiatan organisasinya. Sejak saat itu beliau mulai aktif dalam kegiatan dakwah dan cerdas cermat sehingga membawa harum nama sekolah dan ponpes.




KULIAH


Setelah MA lulus, dikarenakan belum punya biaya untuk kuliah, beliau Tabaruk di berbagai PONPES diantaranya Pesantren Al-falahiyah Cikoneng Sumedang, Pesantrem Sadang Garut (pesantren alat), Darurrohman Sukabumi, Miftahul Huda Manonjaya (Uwa khoer) Tasikmalaya, Cipasung (Mama Ilyas) Tasikmalaya dan berbagai pesantren lainnya. Dan setelah itu barulah pada tahun 1990 beliau melanjutkan kuliah di IAIN (sekarang UIN) Sunang Gunung Djati Bandung. Namun baru beberapa bulan di semester awal kuliah, atas rekomendasi dari Bapak Juhaya S. Praja Dekan Fakultas Syariah, beliau mendapatkan beasiswa di Institut Agama Islam Lathifah Mubarokiah (IAILM) Suryalaya di Fakultas Ushuludin. Masih di tahun yang sama, beliau masuk di LATSARMIL (Resimen Mahasiswa) dan dididik di dodik selama 2 bulan. Dan pada akhirnya, sebuah anugrah yang patut disyukuri beliau mendapatkan orang tua asuh yang membiayai kuliahnya secara full, termasuk membeli perlengkapan kuliah sampai tek-tek bengeknya, namanya Mayjen Upa Suparya Adimaja. Semasa kuliahnya beliau dikenal sebagai aktifis mahasiswa dan pada puncaknya menjadi Ketua Senat Mahasiswa Institut (SMI). Selama kuliah pernah menjadi juru kampanye GOLKAR pada waktu partai difusikan yang hanya terdapat PPP, Golkar dan PDI. Karena ta’dzim dan khidmat kepada Abah Anom yang pada waktu itu sebagai pinisepuh GOLKAR (anggota kehormatan MPR). Selain itu, karena sebagi Menwa beliau juga aktif membantu membuat organisasi kepemudaan semacam AMS di Tasikmalaya, Pemuda Pancasila di Tasikmalaya.Karena sudah memiliki bakat berdakwah sejak kecilnya, beliah pernah menjuarai Festival dakwah antar PONPES se Provinsi Jabar di Garut. Setelah itu beliau dikenal sebagai dai kampung, karena sudah aktif bertabligh mulai dari surau ke surau dan dari gunung ke gunung. Lulus kuliah tahun 1995 dengan IPK termasuk prestasi yang membanggakan (cummlaud). Dengan penelitian skripsinya “Faktor-Faktor Penghambat Perkembangan Thariqoh Qodriyah Naqsyabandiyah”.


Pasca Kuliah

Setelah lulus kuliah, beliau mondok di Pesantren Darurrohman untuk mendalami aspek dakwah, di bawah bimbingan KH. Zainal Abidin Bajul Ash-hab. Karena kepiawaiannya dalam berdakwah, beliau pernah ke Johor Malaysia, 2 minggu keliling Jawa Timur sampai Madura. Dari pengalaman hidupnya, beliau dikenal sebagai orang yang moderat dalam sudut pandang terhadap ajaran agama dilatar belakangi dengan masa kecilnya dalam lingkungann PERSIS dan ketika di aliyah hidup di lingkungan Thariqoh Qodariah naqsyabandiyah (NU).


Keluarga

Menikah tahun 1999 pada hari rabu, tanggal 29-9-1999, dengan gadis pujaannya yang bernama Nengci Agustina Marlina, S.Ag. dari Ciamis putri dari Aseng Suhaery, Alm dan ibu Juju Juariah, Alm. Sekarang istri beliau menjadi guru PAI di SD Langensari kec. Cimaung (PNS) setelah 9 tahun pengabdiannya sebagai guru honorer. Dari buah pernikahannya itu, dikaruniai 2 orang anak, yang sulung bernama Fida Surti Niyyati Shofiya dan yang bungsu bernama Dwi Najwal Urfa. Sebagai keluarga baru beliau pernah ngontrak di Ciburuy Cikalong, dan di Babakan Saputra. Sekarang keluarganya sudah memiliki rumah sederhana di Buahpiit RT 02 RW 13 Cikalong Kec. Cimaung kab. Bandung.


Pengalaman organisasi sebelum menjadi dewan :

1. BPD Cikalong
2. MUI Kecamatan Cimaung
3. Bidang dakwah MUI Kabupaten Bandung
4. MWC NU Kecamatan Cimaung
5. Bidang ilmu dan dakwah di Pengurus Thariqah Qodriyah Naqsyabandiyah Ponpes Suryalaya Tasikmalaya
6. Pengurus Al-kahpi kab. Bandung.
7. Ketua Dewan Syura PKB DPAC Cimaung.
8. Sekretaris Dewan Syuro PKB DPC Kab. Bandung, dan
9. Melalui PAW berdasarkan UU no 12 tahun 2007 tentang KBB dipercaya menjadi anggota Dewan Kab. Bandung komisi D dan Panitia Anggaran (Panggar).

Jumat, 23 Januari 2009

Nahdlatul Ulama


Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 13 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Daftar isi
1 Sejarah NU
2 Paham Keagamaan
3 Basis Pendukung
4 Tujuan dan Usaha Organisasi
4.1 Tujuan Organisasi
4.2 Usaha Organisasi
5 Struktur Organisasi
6 Jaringan Organisasi
7 NU dan Politik

1. Sejarah NU
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bidah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

2. Paham Keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti satu mazhab:Syafi'i Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

3. Basis Pendukung
Jumlah warga NU yang merupakan basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 80 juta orang , yang mayoritas di pulau jawa, kalimantan, sulawesi dan sumatra dengan beragam profesi, yang sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran ahlususunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basisi intelektual dalam Nu juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini.

4. Tujuan dan Usaha Organisasi
4.1 Tujuan Organisasi
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.2. Usaha Organisasi
1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

5. Struktur Organisasi
1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)
2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri
4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)
5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:
1. Mustayar (Penasihat)
2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
1. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

6. Jaringan Organisasi
Hingga akhir tahun 2000, jaringan organisasi NU meliputi:
31 Wilayah
339 Cabang
12 Cabang Istimewa
2.630 Majelis Wakil Cabang / MWC
37.125 Ranting

7. NU dan Politik
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan merahil 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

Hubungi Kami



Syamsudin Center :
E-mail : syamsudincenter@yahoo.co.id
Alamat : Jl. Raya Banjaran Pameungpeuk No 486
Desa Sukasari Kec. Pameungpeuk Kab. Bandung
Phone 022-76235341
HP. 081321754085 (Asep Syamsudin)
022-70970029 (Irawan)